A.
IDENTITAS BUKU
Judul buku : MENINGGAL ADAT DALIHAN NATOLU
Judul resensi
buku : MENINGGAL ADAT DALIHAN NATOLU
Penulis :Drs. Richard Sinaga
(Op livia)
Penerbit :Dian utama dan Kerabat
(Kerukunan Masyarakat Batak
Tahun terbit : 2013
Kota terbit : Jakarta
Jumlah halaman : 143
No ISBN :979-95576-1-5
Harga : 40.000
B.
RANGKUMAN DARI ISI BUKU
MENINGGAL ADAT DALIHAN NATOLU
Pada bagian pertama ini membahas tentang makhluk
berbudaya. Bahwa sesungguhnya manusia itu adalah makhluk yang memiliki pikiran
atau akal budi yang dapat bekerja dan menghasilkan sesuatu yang di anggap
berguna atau baik untuk kehidupan manusia. Keseluruhan hasil kerja akal budi
itu di sosialisasikan dan di di wariskan
secara turun menurun dari generasi kegenarisi berikutnya itulah yang dinamakan
kebudayaan.
Adat istiadat sebagai budaya
adalah ciptaan manusia. Disebut namanya adat karena sudah dilakukan secara
berulang-ulang dan sudah lazim lalu di anggap sebagai aturan yang harus di
patuhi anggota masyarkat pemiliknya, penulis tidak sependapat dengan kelompok
orang-orang kristen yang mengatakan bahwa adat tidak sesuai dengan alkitab.
Pada bahasan kedua tentang
manulangi natua-tua yaitu memberi makan orang tua dengan menyuapkannya ke
mulut. Itu dilakukan bukan karena orang tua itu tidak bisa mengambil sendiri,
tetapi adalah sebagai penghormatan anak-anak pada orang tuanya.
Pada bahasan ketiga membahas
tentang klasifikasi orang meninggal di adat dalihan natolu orang meninggal di
sebut mate. Konotasi kata mate cukup netral. Lebih halus di sebut jomolo yang
secara harfiah berarti lebih dulu.jadi ada pengklasifikasian untuk orang yang
sudah mate, seperti mate panggol berarti seseorang yang meninggal pada umur
sudah dewasa. Mate paralang-alangan sebutan bagi seseorang yang meninggal ketika sudah menikah tetapi belum
mempunyai anak, mate mangkar berarati seseorang yang meninggal tetapi masih
meninggalkan keturan yang masih kecil-kecil, mate hatungganeon berarti
seseorang yang meninggal jika di lihat
dari usianya sudah pantas bercucu, walaupun pada keadaan sebenarnya ia belum
bercucu, mate saurmatua berarti seseorang yang meninggal telah bercucu, saur
matua bulung yaitu seseorang yang meninggal sudah menjadi marnini dan marnono.
Pada bahasan keempat yaitu ulos
untuk yang meninggal. Ulos yang di berikan untuk orang yang meninggal banyak
sekali jenisnya. Di berikan sesuasi dari pengklasifikasian diatas.
Pada bahasan kelima ini yaitu
boan, ola, galang ni na mate, maksudnya sesorang yang meninggal saur matua,
saur matua saur matua bulung sudah harus marboan artinya di acara adat
pemberangkatan ke kubur seekor ternak
harus di sembeli.
Pada bahasan keenam ini yaitu
sijagaron dan mardondon tua, maksudnya adalah ikatan dari bunga
bakung(ompu-ompu) ranting pohon beringin (jabi-jabi) dan pimping sanggar.
Ikatan ketiga jenis tanaman itu di himpun dalam sebuah kantong pandan lalu di
letakkan di dalam bakul yang telah berisi padi dan di atas pada ini di taruh
kemiri kegiatan ini di lakukan jika yang meninggal sudah bercucu.
Pada bahasan ketujuh tentang
adat pemakaman. Terdapat di dalamnya upacara adat .
Pada bahasan kedelapan yaitu
adat ungkap hombung atau pisa naganjang
tentang membagi warisan dari keluarga yang meninggal.
Pada bahasan kesembilan yaitu
martunggu raja yaitu pertemuan keluarga besar dalihan natolu berbicara untuk
menyepakati acara adat.
Pada bahasan kesepuluh yaitu
pemberangkatan kekubur. Hari H pemberangkatan jenazah ke kuburan dapat di beagi
beberapa acara, hal ini di sepakati dari kegiatan martonggo raja.
Pada bahasan sebelas yaitu
tentang penghiburan ada 15 hari setelah di kubur seseorang yang telah
meninggal, kerabat-kerabat yang terkait pada umumnya datang lagi ke rumah duka
untuk mengadakan penghiburan.
Pada bahasan dua belas mangokal
holi berarti menggali tulang belulang orang mati. Ada beberapa alasan mengapa
tulang belulang orang yang sudah mati itu di gali kembali, pertama karena
tempat berkubur itu sudah terdesak oleh lahan pertanian, jalanan dan perkembangan kota. Alasan kedua untuk di
pendahkan dan di kubur ke tambok na timbo atau akan disimpan di batu napir.
Pada bahasan ketiga belas yaitu
tambak, batu napir dan tugu. Tambak yaitu dari gundukan pusara seseorang yang
dikubur dapat diketahui sudah bercucu atau belum. Batu napir adalah bangunan
yang terbuat dari bahan batu dan semen, yang didalamnya disediakan
kapling-kapling kuburan untuk 5 atau 7 orang. Sedangkan tugu adakalnya
digunakan untuk batu napir. Menurut penulis tugu tidak lah terkait dengan
kuburan.
C.
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN BUKU
· Kelebihan
Ø Buku ini memberikan penjelasan yang sangat lengkap
mengenai adat dalihan natolu serta menjelaskan aturan dalam pelaksanaan adat
tersebut, saya sebagai pembaca sangat tertarik ketika membahas mengenai
penghormatan yang tinggi kepada kedua orang tua dan selain itu nilai
kekeluargaan dalam adat Dalihan natolu ini sangat solid ini terbukti pada
sebuah pernyataan yaitu: “patuhlah terhadap peraturan di mana kalian tinggal
tetapi jika bertemu sesama kita janganlah malu untuk berhasa daerah dan kita
adalah bersaudara”. Dan buku ini selalu terdapat food note di setiap
lembarannnya.
· Kekurangan
Ø Penulis sepertinya beranggapan bahwa yang membaca buku
ini adalah orang dalihan natolu, sehingga penulis tidak banyak menjelaskan makna dari bahasa daerah yang di gunakan contohnya
hula-hula, tulang rorobot, bere suhut dan banyak lagi.
D.
KESIMPULAN DAN SARAN
·
Kesimpulan
kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya
oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan
dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem
penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak,
sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena
kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral,
yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan
pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).
·
Saran
Menurut saya buku akan jauh lebih baik jika penulis menambahkan glosarium
dan juga menggunakan kalimat-kalimat yang sederhana saja.
DAFTAR PUSTAKA
Richard. 2013. Adat
Dalihan Natolu.jakarta. Dian Utama.